Sekolah Favorit dan harapan pemerataan kualitas sekolah

Schoolbag with books and scattered stationery on desk Free Photo
sumber foto: freepik.com

Kalau kita mau mencari rumah makan yang enak, biasanya kita mencari rekomendasi dari teman atau kalau sudah dijalan maka kita default mencari rumah makan yang ramai pengunjung. Karena dengan ramai pengunjung hampir bisa dipastikan rumah makan itu enak makanannya (bisa jadi juga faktor lain semisal bersih atau pelayanannya yang ramah).

Dalam memilih sekolah, mirip tapi tak sama, kita juga mencari sekolah yang banyak pendaftarnya, yang banyak direkomendasikan oleh orang-orang yang kita kenal (keluarga atau teman). Maka berlomba-lombalah kita orang tua mendaftarkan anak kita di sekolah favorit itu. Kita yakin bahwa sekolah itu berkualitas, masa depan anak-anak kita akan cemerlang jika bersekolah disitu. 

Bagaimana jika tidak lulus? apakah kita harus larut dalam kesedihan? apakah kita harus merasa bahwa anak kita bodoh? apakah kita harus merasa masa depan anak kita akan suram? apakah pihak yang memiliki otoritas merancang dan mengelola sistem pendidikan seperti ini aware tentang dampak psikologi bagi anak dan keluarga jika terus mempertahankan / mengawetkan budaya ada "sekolah favorit" ini? 

Kita sadar betul bahwa kualitas sekolah tidak merata saat ini. Dan saya pun yakin seyakinnya bahwa kita semua mau agar kualitas sekolah yang lebih merata, karena pendidikan tidak bisa kita pandang sama dengan cara kita memandang restoran enak dan tidak enak. Lantas, apa yang bisa kita lakukan? "Kita" disini adalah semua yang dianggap perlu dilibatkan dalam mewujudkan harapan itu, termasuk kita orang tua. 

Ini memang isu lama yang sudah dibincangkan secara serius, saya hanya ingin mendengar cerita pengalaman atau pandangan teman-teman di kolom komentar dibawah. tabik,,,    

Comments

  1. Sebenarnya sistem zonasi itu sudah bagus tinggal penerapannya yg dimaksimalkan

    ReplyDelete
    Replies
    1. setuju,,, apa saja hal yang menghalangi maksimalisasi penerapan sistem zonasi ini?

      Delete
    2. Persepsi yang sangat kuat oleh masyarakat bahwa ada sekolah favorit yang berkualitas dan ada yang tidak berkualitas. Oleh karena itu, tidak ada orang tua yang mau mengorbankan anaknya bersekolah disekolah dalam zona domisilinya karena sekolah itu dianggap tidak berkualitas. Ini yang membuat sistem zonasi tidak berjalan

      Delete
  2. Kita sadar betul bahwa kualitas sekolah tidak merata saat ini.

    Ini menjadi kendala dalam penerapan sistem zonasi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. kaka Alam,,, sistem zonasi itu sebagai prasayarat agar pemerataan kualitas sekolah bisa terwujud, atau sebaliknya,,, kita wujudkan kualitas sekolah yang merata baru kita terapkan zonasi, atau ada jalan lain?

      Delete
  3. Persepsi lain yg umum diaminkan para ortu adalah lingkup pertemanan anak2nya bakal turut berkualitas karena di sekolah "favorit" siswanya berasal dari latar keluarga juga "berkualitas". Sementara itu pemerataan kualitas sekolah tdk linear dengan perubahan persepsi tsb.

    ReplyDelete
    Replies
    1. bagaimana menurut ta sistem zonasi itu? tepat atau tidak?

      Delete
  4. Zonasi tepat jika aspek lain dienyahkan dulu, aspek lain yang saya maksud adalah kemacetan jika anak bersekolah jauh dari rumahnya maka akan menggunakan kendaraan untuk kesekolah tujuan, aspek ini juga bisa memicu kesenjangan sosial pada siswa kalau macet akan terlambat sampai disekolah akhirnya kualitas karakter juga tidak terpenuhi. Nah menurut saya zonasi dikatakan tepat apabila prinsipnya adalah kesejahteraan sosial dan keadilan sosial sebab kaya miskin, pintar bodoh akan berbaur dengan lingkungannya di sekolah sesuai zona heheheh itu pendapat saya kaka tabe

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah menarik juga perspektif ta. Nda apa ji agak beda sedikit dih, biar saling memahami (atau mungkin kita perspektif kita sama ji barangkali, cuma belum saya tahu). Menurut ku saya setuju dengan sistem zonasi, tapi harus konsisten betul dijalankan. Jangan setengah-setengah. Zonasi harus menjadi isu sentralnya, semua sektor lain ikut mendukung.

      sebagai contoh begini, sistem zonasi kacau karena longgarnya catatan sipil persoalan Kartu Keluarga misalnya. Kalo mau sekolah di sekolah favorit, maka cari kartu keluarga yang masuk di zona sekolah itu, lalu tambahkan nama anak kita di kartu keluarga itu untuk digunakan sebagai dokumen pelengkap pendaftaran. akhirnya kacau zonasi itu. Saya bilang sebagai isu sentral karena zonasi ini bisa berhasil jika sektor-sektor atau aspek-aspek yang terkait diatur agar mendukung keberhasilan zonasi. Mungkin ini yang kita maksud prasyarat untuk pelaksanaan zonasi. Kl memang itu, saya setuju, cuma menurut saya prasayarat bukan dalam artian "benahi dulu catatan sipil baru zonasi" tetapi dijalankan beriringan.

      zonasi ini sudah memakan "korban" menurut beberapa teman. Sekolah yang dulunya favorit sekarang sudah tidak favorit lagi, semisal sma 17 sekarang siswa-siswinya sudah ada mi yang nakal-nakal karena memang disekitar sekolah situ karakter anak mudanya begitu.

      ini memang pahit, tapi sisi baiknya adalah, perlahan menuju 'setara'. idealnya memang meningkat bareng-bareng. jadi kondisi ini tinggal dikelola dengan baik, akhirnya aspek perekrutan guru dan (ini yang juga paling penting) pelatihan atau media peningkatan kapasitas guru HARUS dimaksimalkan.

      gitu kaka,,, menurut ta?

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Sakralnya Gelar Professor dan Perlukah Desakralisasi?

TIDAK HARUS KE UNIVERSITAS

Merasakan Indonesia Timur di Belanda