Kelas Menengah Andalankuh


Perhari minggu 25 Agustus kemarin kita sudah mendengarkan berita bahwa DPR RI telah setuju agar Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Pilkada 2024 mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi No. 60 dan No. 70. Meskipun menurut Bivitri Susanti, seorang ahli hukum, bahwa PKPU tidak memerlukan persetujuan DPR, walaupun ada aturan yang mengatur KPU berkonsultasi ke DPR namun hasil konsultasi itu tidak mengikat dan tidak menjadi dasar hukum bagi PKPU.  

Bagi banyak orang, apalagi mereka yang terlibat dalam aksi turun kejalan sejak tanggal 22 Agustus lalu, keputusan MK dijadikan dasar PKPU adalah sebuah kemenangan gerakan perlawanan. Karena keputusan MK ini membuyarkan sistem yang rentan membentuk oligarki politik dan, untuk dinamika politik saat ini, menggagalkan niat dinasti politik Jokowi. 

Putusan MK mengenai ambang batas (treshold) pemilu menyentuh hal yang cukup mendasar karena bisa meningkatkan partisipasi politik dengan terbukanya peluang bagi lebih banyak calon termasuk calon independen dalam kontestasi elektoral tingkat lokal, melemahnya monopoli kekuasaan oleh partai-partai besar sehingga tercipta check and balances (sistem pengawasan dan keseimbangan) yang merupakan syarat bagi demokrasi yang lebih sehat. Check and balances lebih mampu memastikan pemerintahan berjalan dengan transparan, adil dan mengutamakan kepentingan publik bukan kepentingan kelompok atau individu, dan sangat penting untuk menegakkan batasan-batasan konstitusional dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan (Holcombe, 2018).

Kita harus berterima kasih kepada kelompok yang terus siaga dan kepada seorang WIBU (penggemar anime Jepang) dengan akun @BudiBukanIntel yang pertama kali mengunggah meme dengan logo Garuda Pancasila, berlatar belakang warna biru, bertuliskan “peringatan darurat.” Meme ini yang kemudian dengan cepat disebarkan oleh akun-akun media sosial yang banyak pengikutnya seperti artis, NajwaShihab dst. Tidak butuh waktu lama, meme yang bertebaran di dunia online ini berevolusi menjadi aksi turun kejalan oleh elemen masyarakat sipil dihampir semua kota besar di Indonesia sejak tanggal 22 Agustus lalu. 

Terima kasih kelas menengah

Di banyak konteks seluruh dunia, peran kelas menengah sangat vital dalam perubahan sosial dan politik (Acemoglu & Robinson, 2012). Karena kelas menengah berada diantara kelas pekerja dan kelas elit, memiliki akses yang relatif lebih baik pada sumber daya, pendidikan, informasi yang semua ini adalah mesin dalam gerakan perubahan sosial dan politik.

Kenapa harus berterima kasih pada kelas menengah yang mendominasi aksi baru-baru ini? Padahal kelas menengah itu adalah kelas yang selalu dianggap acuh dengan urusan politik, cuek dengan urusan kebijakan negara. Mereka terlalu independen sehingga masalah yang dihadapi dianggap sebagai masalah individu dan tanggung jawab mereka secara individu untuk mencari solusinya. Sebagai contoh, jika jalanan berlubang maka solusi mereka adalah mencari kendaraan yang punya suspensi bagus agar tetap nyaman meskipun jalanan rusak. Padahal, urusan jalanan berlubang itu adalah tanggung jawab negara untuk memperbaiki dan kita tidak mesti mencari solusi sendiri-sendiri. Atau pendidikan mahal, maka solusinya adalah mereka harus menjadi kaya agar bisa mendapatkan pendidikan yang baik. Padahal pendidikan yang baik itu tanggung jawab negara.

Kelas menengah yang ingin kritis sedikit saja, misalnya sekadar mengatakan “wah kacau itu DPR” alih-alih mendikusikan lebih dalam pernyataan itu, teman-temannya mungkin merespon denga “wuih sudah jadi SJW mako dih” dan stop sampai disitu, tidak ada diskusi lebih lanjut mengenai kacaunya DPR itu.

Walaupun aksi barusan bagi sebagian orang dianggap sebagai aksi kelas menengah yang menguntungkan kelompok oligarki lainnya, tapi menurutku tidak usah dihiraukan karena interpretasi seperti itu kemungkinan besar datang dari kelompok elit politik yang terganggu kepentingannya akibat aksi 22 Agustus lalu. Karena bagaimana pun gerakan sosial pasti akan merugikan dan saat bersama bisa menguntungkan pihak lainnya yang berusaha menjadi penunggang gelap. Yang jelas, pastikan bahwa aksi dan tuntutannya tidak didasarkan dukungan pada partai politik atau politisi tertentu tapi setia pada amanat rakyat dan konstitusi.  

Apa yang terjadi di Indonesia saat ini mungkin saja seperti yang dijelaskan oleh Francis Fukuyama (2014) bahwa ketika kelas menengah tumbuh dan berkembang, mereka mulai menuntut lebih banyak keterlibatan dalam proses politik, menginginkan sistem yang lebih transparan, representatif dan responsif terhadap kebutuhan mereka. 

Sebagai penutup, saya ingin menyampaikan terima kasih kepada kelas menengah yang telah reaktif dan terlibat dalam aksi beberapa hari yang lalu. Kalian telah memenangkan satu pertempuran, namun perlu diingat bahwa perang melawan oligarki dan dinasti politik masih berlanjut dan akan berlangsung panjang. Gerakan sosial yang sporadis (tumbuh tidak merata, tidak menentu atau kadang-kadang), berjalan sendiri sendiri tanpa agenda bersama yang jelas, hanya akan menyisakan orang terluka karena lemparan batu tanpa ada perubahan berarti. Dibutuhkan sebuah gerakan yang lebih terorganisir yang bisa melibatkan para intelektual kritis, kelas pekerja dan kelas ekonomi bawah sehingga tuntutan bisa mengarah pada masalah yang lebih fundamental seperti struktur kapitalisme. 

Hari ini, Selasa 27 Agustus 2024, dimulainya pendaftaran pasangan calon pemimpin daerah. Manfaatkan dengan baik hasil perjuangan kalian dengan menggunakan hak kalian dalam memilih calon kepala daerah yang tersedia, pilih yang dianggap paling tepat, jangan asal-asalan. Tetap siaga, tetap resah dan kritis sebagai bentuk penantian aktif terwujudnya demokrasi yang dicita-citakan, dan tetaplah menjadi andalankuh 😊

Amsterdam, 27 Agustus 2024

Comments

Popular posts from this blog

Sakralnya Gelar Professor dan Perlukah Desakralisasi?

TIDAK HARUS KE UNIVERSITAS

Merasakan Indonesia Timur di Belanda